Rabu, 5 September 2012

Habib Ali Batu Pahat


Beliau seorang kekasih Allah yang mengajarkan kepada siapa pun bahwa di zaman yang sudah amat maju ini orang masih bisa hidup zuhud dan tawadhu. Dalam kesederhanaannya, ia mengarungi hidup dengan tegar.

Banyak di antara pecintanya ingin membangunkan rumah mewah sebagai kediaman yang layak bagi orang sebesar dirinya. Namun semuanya ia tolak secara halus. Demikianlah, setiap harinya dia mandi dan mengambil wudhu di kamar mandi yang bersatu dengan sumur tua dalam bangunan yang sangat sederhana.


Tanda keutamaan dalam dirinya sangat jelas. la adalah orang yang ketika wajahnya dipandang, dapat mengingatkan hati yang memandangnya kepada Allah SWT. Akhlaqnya amat luhur dan mulia, sebagai bias dari akhlaq datuknya, Baginda Rasulullah SAW. Sikap zuhud terhadap dunia adalah hiasan terindah dalam kesehariannya. Begitu pula sifatnya yang teramat wara’.

Salah seorang kerabatnya dari Indonesia, yang masih terhitung cucunya, suatu saat mengunjunginya. Saat berada di sana, lewat jendela rumah sederhana itu, sang cucu memandangi buah kelapa yang menggantung di pohon kelapa di sisi rumahnya.

Memperhatikan hal itu, Habib Ali mendekat dan mengatakan kepadanya, “Kamu mau buah kelapa itu? Sebentar. Saya mintakan izin dulu sama si empunya tanah. Sebab, saya hanya menyewa rumahnya, tanahnya tidak ikut saya sewa.” Subhanallah. Rumah sederhana yang ia tempati itu pun ternyata rumah sewaan, bukan rumah miliknya.

Sangat Memuliakan Tamu

Hatinya begitu lembut. la tak ingin ada sedikit pun rasa kecewa tumbuh di hati orang yang mengunjunginya. Di rumahnya yang amat sederhana, kecil, dan sempit itu, sedemikian rupa ia muliakan setiap tamu yang datang. Semua ia terima dengan penerimaan yang menyenangkan hati, tak peduli rupa apalagi harta. Berjumpa dengan sosok bersahaja itu, hati pun serasa menjadi lapang seketika.

Ruang tamunya pun tak pernah kosong dari ratusan botol kemasan air mineral para tamu yang berharap keberkahan dari doa-doa yang ia lafalkan. Meski amat banyak untuk ukuran seorang yang sudah sesepuh Habib Ali Batu Pahat, ia mendoai satu per satu air itu dengan penuh kekhusyu’an.la amat santun kepada setiap tamunya. Kaya, miskin, ulama, ataupun awam.

Meski hidup sederhana, ia bahkan hampir selalu memberikan uang kepada para tamunya. Jumlahnya terkadang tidak kecil. Jika mereka berkunjung pada jam makan, tak mungkin tamunya diizinkan pulang sebelum mereka makan bersamanya. Sifat rendah hatinya kepada setiap tamunya amat mengagumkan. Sebelum sang tamu pulang, orang semulia dirinya ini justru selalu meminta doa dari mereka.

Tempat Ziarah para Ulama

Semasa hidupnya, Habib Ali menjadi tempat mengadu berbagai permasalahan banyak orang. Mereka yang berasal dari Nusantara dan negara-negara Arab, apabila berkunjung ke Malaysia, akan meluangkan waktu untuk mengunjunginya, demi mendapatkan mutiara nasihat dan keberkahan dari sosok yang jiwa dan raganya ini senantiasa bergantung kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Di antara petuah yang pernah ia sampaikan, “Allah SWT adalah Sang Khaliq. Manusia hanyalah makhluk. Maka, manusia harus mematuhi apa pun perintah Sang Maha Pencipta. Bukan Sang Maha Pencipta yang mematuhi perintah manusia.”

Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, bila berkunjung ke Malaysia, pun kerap menziarahi Habib Ali di Batu Pahat. Pada perjumpaan terakhirnya dengan Habib Ali, Al-Maliki mengatakan, ia meyakini bahwa Habib Ali adalah seorang yang diberi anugerah besar dari sisi Allah di negeri rantaunya ini. Sebelum pulang, Sayyid Muhammad Al-Maliki pun mengarang sebuah qashidah untuknya yang menggambarkan sifat-sifat mulia Habib Ali bin Ja’far Alaydrus.

Pernah suatu kali Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki rahimahullah berkunjung pada beliau, sepanjang jalan Sayyid Muhammad berbicara tentang rindunya pada Rasulullah saw, maka ketika sampai di kediaman beliau, maka semua tamu tidak diperkenankan masuk, kecuali Sayyid Muhammad Al Maliki, mereka masuk berdua cukup lama, lalu keluarlah Sayyid Muhammad Al Maliki dengan airmata yg bercucuran.., seraya berkata : hajat saya sudah terkabul… terkabul.., sambil menutup wajah beliau dengan linangan air mata.

Beliau memiliki kelebihan/kemuliaan yaitu dapat membaca suroh AL-IKHLAS sebanyak 5000 kali dalam waktu 5 menit.

Diantara Ulama yang pernah mengunjungi dan bersilaturrahmi kepada beliau antara lain, Al Habib Zein bin Ibrahim bin Semith dari Madinah, Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syatiri (Hadramaut), Al Habib Umar bin Hafidh (Hadramaut), Al Habib Anis bin Alwi Al Habsyi dari Solo dan tokoh habaib dan ulama lainnya.

Tenggelamnya sebuah Bintang

Habib Ali wafat sekitar pukul 17.10 atau 17.15 petang waktu setempat.Menjelang lima hari sebelum haul ayahandanya, Habib Ja’far bin Ahmad, yaitu pada 3 Jumadil Akhir.Juga bertepatan dengan 40 hari meninggalnya Al Quthub Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf (Jeddah). Sayyid Ibrahim dan Sayyid Ja’far, keduanya cucu Habib Ali, dari putranya yang bemama Syed Husein, di sampingnya ketika itu.

Dari saat Habib Ali wafat waktu dimandikan keesokan harinya, jenazahnya tak putus-putus dikunjungi ribuan manusia dari segala penjuru dan lapisan masyarakat, terutama dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di antara yang hadir menyampaikan ta’ziyahnya pada saat itu adalah Syed Hamid bin Ja’far Al-Bar, mantan menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Malaysia.

Begitu juga bacaan Al-Quran, Yaasin, dan tahlil tak putus-putusnya dibacakan hingga jenazahnya usai dimandikan oleh keluarga sekitar pukul 09.30, Jum’at pagi.

Karena begitu banyaknya penta’ziyah yang datang untuk dapat menghadiri prosesi shalat Jenazah, akhirnya jenazah Habib Ali dishalatkan sebanyak dua kali. Pertama, sebagaimana wasiatnya, dishalatkan di dalam rumah, yang diimami oleh Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Alaydrus, dan kedua di luar rumah, dengan imam Habib Hasan bin Muhammad bin Salim Al-Attas.

Jenazahnya kemudian dimakamkan sebelum shalat Jum’at, 29 Jumadil Akhirah 1431 H/14 Mei 2010, di Tanah Pekuburan Islam Bukit Cermai, Batu Pahat, Johor, Malaysia. Habib Umar bin Hamid AI-Jilani dari Makkah yang membacakan talqin pada saat itu.

Habib Ali bin Ja’far Alaydrus meninggalkan seorang putri bernama Syarifah Khadijah dan tiga orang putra, yaitu Syed Muhammad, Syed Umar, dan Syed Husein. Semoga ketabahan dan ketawakalan mengiringi hati keluarga dan para pecintanya atas kepergian sosok yang amat mereka cintai dan muliakan ini.

Ulama adalah pewaris para nabi. Kepada para pewarisnya itu, Nabi SAW tidak mewariskan harta, tetapi beliau mewariskan ilmu kepada mereka, yang nilainya melebihi bilangan harta, seberapa pun besarnya. Siapa yang mengambil ilmu mereka, dia telah mengambil harta yang amat bernilai.

Oleh karenanya, wafatnya seorang ulama adalah musibah yang sulit tergantikan dan satu kelemahan yang susah ditutupi. Wafatnya seorang ulama ibarat sirnanya sebuah bintang di antara gugusan bintang-bintang lainnya. Rasulullah SAW mengatakan, “Sesungguhnya wafatnya satu kabilah lebih ringan musibahnya dibandingkan atas wafatnya seorang yang alim.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Bayhaqi).

Kini Habib Ali telah tiada. Dengan segala kemuliaannya, ia telah berada di sisi Sang Khaliq. Tinggal kita semua yang saat ini telah ditinggalkannya. Kita yang masih banyak bergelimang dengan dosa. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah di atas jalan hidup kita, mengampuni kita atas dosa-dosa kita, dan mengumpulkan kita kelak di surga-Nya bersama orang-orang yang kita cintai.





Diambil di Jejak Para Habaib


Ziarah Sayyid Muhammad ke rumah Habib Ali di sini




Tiada ulasan:

Catat Ulasan